Minggu, 19 Februari 2017
Senin, 06 Februari 2017
Pajak (Kel 2)
TUGAS KELOMPOK
MAPEL: EKONOMI
MATERI: PAJAK
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2
1. ANISSA
NURASHARI DEWI (06)
2. ERAWATI
(10)
3. JAMILATUN
YUSRIANA (15)
4. LUHUR
PAMBUDI (16)
5. NIA
PUTRI FADILA (19)
6. NOVIRA
WINDA FRISTIANTIA (21)
7. REZA
RAHARJA (25)
8. SUTRI
PURJIATI (32)
9. ULYA
MELLY NAILI ROHMAH (33)
10.
ZUHROTUN NISA (36)
KELAS XI IPS 2
1.
PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah
pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk
kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak
akan merasakan manfaat
dari pajak secara
langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk
melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan
undang-undang.
2.
FUNGSI PAJAK
Pajak
memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya
pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh
pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga
pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1.
Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak
merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau
uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau
pengeluaran negara lainnya. Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan
negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan
negara.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak
merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan
sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
- Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
- Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
- Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak
dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian
pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak
dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti:
untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan
ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
3.
MANFAAT PAJAK
Banyaknya
masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan minimnya informasi
masyarakat mengenai manfaat pajak. Sebaiknya pelajarilah manfaat dan fungsi
pajak berikut ini agar lebih bijak taat pajak. Pajak sangat bermanfaat bagi
negara. Secara lengkap pajak banyak digunakan untuk :
- Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang bersifat self liquiditing, contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor.
- Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya: pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
- Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif, contohnya: pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi.
- Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, contohnya: pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu.
Jadi
dengan taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat:
- Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit
- Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya
- Subsidi pangan dan Bahan Bakar Minyak
- Kelestarian Lingkungan hidup dan Budaya
- Dana Pemilu
- Pengembangan Alat transportasi Massa, dan lain-lainnya.
Pajak
yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan negara untuk kesejahteraan
masyarakat, antara lain: memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat dan membayar utang-utang negara. Selain itu pajak juga digunakan
untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar perekonomian dapat terus
berkembang.
4.
TARIF PAJAK
Secara struktural menurut tarif pajak
dibagi dalam empat jenis yaitu :- Tarif proporsional(a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh:Pajak Pertambahan Nilai
- Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan selalu tetap sesuai peraturan yang telah ditetapkan
- Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahsilan
- Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
5. PERBEDAAN
PAJAK DENGAN PEMUNGUTAN NILAI LAINNYA
Pajak
a.
Iuran
dengan imbalan yang tidak langsung dari negara
b.
Dapat
dipaksakan
c.
Berlaku
untuk seluruh rakyat tanpa kecuali
d.
Prestasi
(imbalan) diterima oleh seluruh rakyat
Pungutan Resmi Lainnya
a.
Iuran
dengan imbalan yang langsung dari Negara
b.
Tidak
ada unsur paksaan
c.
Pengenaan
terbatas pada mereka orang-orang tertentu
d.
Prestasi
(imbalan) diterima oleh golongan tertentu atau orang-orang tertentu
6. ASAS
PEMUNGUTAN PAJAK
Untuk
dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan
tentang asas Pemungutan pajak, antara lain:
1.
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth
of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims",
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas
Equality
(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas
Certainty
(asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga
bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas
Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·
Asas
Effeciency
(asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen,
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas
daya pikul:
besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan
wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
·
Asas
manfaat:
pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat untuk kepentingan umum.
·
Asas
kesejahteraan:
pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
·
Asas
kesamaan:
dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus
dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas
beban yang sekecil-kecilnya:
pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib
pajak.
·
Asas
politik finalsial :
pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau
mendorong semua kegiatan negara
·
Asas
ekonomi:
penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk
barang-barang mewah
·
Asas
keadilan
yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang
sama diperlakukan sama pula.
·
Asas
administrasi:
menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak),
keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas
yuridis
segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang
7. JENIS-JENIS / MACAM-MACAM PAJAK
Pajak menurut golongannya
Pajak
menurut golongannya atau pajak menurut yang menanggungnya dibagi menjadi dua
yaitu
a. Pajak langsung
Pengertian pajak langsung adalah
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang harus secara individu dalm
pembayarannya, tida bisa melibatkan atau diwakilkan oleh orang lain.
Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh) dan pajak bumi dan bangunan (PBB)
Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh) dan pajak bumi dan bangunan (PBB)
b. Pajak tidak langsung
Pengertian pajak
tidak langsung adalah pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak namum boleh itu dirinya sendiri atau melibatkan
orang lain, jika memang waktu yang mendesak dan mempercayai kepada orang yang
diberi amanah untuk mewakilkan pembayaran pajak.
Contoh dari pajak tidak langsung adalah pajak kendaraan. Sah-sah saja anda mewakilkan pembayaran pajak kendaraan teman anda namun sudah memenuhi prosedur yang ada. Kemudian pajak penghasilan (PPN), pajak pertambahan nilai (PPn), bea cukai, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan bea cukai.
Beban pajak yang dilimpahkan kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang tinggi, itu sebenarnya dari pihak konsumen lah yang sudah membiayainya dalam teransaksi yang mereka lakukan. Contoh lainnya dari pajak tidak langsung adalah cukai tembakau atau pita rokok, dan juga cukai untuk minuman keras.
Contoh dari pajak tidak langsung adalah pajak kendaraan. Sah-sah saja anda mewakilkan pembayaran pajak kendaraan teman anda namun sudah memenuhi prosedur yang ada. Kemudian pajak penghasilan (PPN), pajak pertambahan nilai (PPn), bea cukai, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan bea cukai.
Beban pajak yang dilimpahkan kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang tinggi, itu sebenarnya dari pihak konsumen lah yang sudah membiayainya dalam teransaksi yang mereka lakukan. Contoh lainnya dari pajak tidak langsung adalah cukai tembakau atau pita rokok, dan juga cukai untuk minuman keras.
Pajak menurut sifatnya
Pajak
menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak subjektif
Pengertian pajak subjektif adalah
pajak yang pemungutannya didasari oleh wajib pajak itu sendiri atau kondisi
wajib pajak tersebut. Dengan alasan bahwa wajib pajak tersebut memiliki alasan
objektif yang ada kaitannya dalam pembayaran si wajib pajak.
Contoh dari pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh).
Contoh dari pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh).
b. Pajak objektif
Pengertina pajak objektif adalah
pajak yang sistem pemungutannya berdasarkan objek pajak yang di dimiliki oleh
wajib pajak tanpa memperhatikan kodisi wajib pajak.
Maksudnya walau pendapatan wajib pajak itu naik atau turun maka tidak akan mempengaruhi pajak objektif tersebut.
Contoh pajak objektif adalah pajak pertambahan nilai (PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Maksudnya walau pendapatan wajib pajak itu naik atau turun maka tidak akan mempengaruhi pajak objektif tersebut.
Contoh pajak objektif adalah pajak pertambahan nilai (PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Menurut pihak yang memungut dan yang mengelola
Pajak
menurut pihak yang mengelolanya atau pihak yang memungutnya dibedakan menjadi
dua yaitu:
a. Pajak pusat
Pengertian pajak pusat adalah atau
pajak Negara adalah pajak yang sistem pungutannya oleh pihak pemerintah pusat
melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak dibawah Departemen
Keuangan.
Pajak Negara digunakan sebagai pendapatan Negara yang akan digunakan untuk biaya pengeluaran yang akan mensejahterakan masyarakat.
Contoh pajak Negara adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), kemudian pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). bea meterai, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea cukai, pajak orang asing, serta pajak atas royalti dan dividen
Pajak Negara digunakan sebagai pendapatan Negara yang akan digunakan untuk biaya pengeluaran yang akan mensejahterakan masyarakat.
Contoh pajak Negara adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), kemudian pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). bea meterai, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea cukai, pajak orang asing, serta pajak atas royalti dan dividen
b. Pajak daerah.
Pengertian pajak
daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah. Baik itu pemerintah daerah tingkat satu atau pemerintah daerah tingkat
dua.
Yang mana pajak daerah tersebut digunakan sebagai pendapatan daerah yang kemudia digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah guna mengembangkan daerah dan mensejahterakan masyarakat.
Yang mana pajak daerah tersebut digunakan sebagai pendapatan daerah yang kemudia digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah guna mengembangkan daerah dan mensejahterakan masyarakat.
8. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA
Secara umum
sistem pemungutan pajak yang berlaku di indonesia yaitu ada empat cara:
- Official Assessment System
- Semi Self Assessment System
- Full Self Assessment System
- Withholding System
Berdasarkan
sejarah, sistem pemungutan perpajakan yang pernah dilaksanakan di Indonesia,
ialah:
- Sistem Official Assessment, dilaksanakan sampai pada tahun 1967
- Sistem semi Self Assessment dan Witholding, dilaksanakan sampai pada periode 1968 – 1983
- Sistem Self Assessment, dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 sampai sekarang, atas dasar perombakan perundang – undangan perpajakan pada tahun 1983.
Berikut ini
penerapan dari setiap sistem pemungutan pajak yang pernah dan diberlakukan di
Indonesia.
1. Penerapan Official
Assessment
Dalam sistem
ini fiscus memiliki wewenang untuk melakukan pemungutan pajak serta
menentukan besarnya utang pajak orang pribadi dan badan dengan cara
mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya suatu utang
pajak oleh karena itu pada sistem ini mengakibatkan wajib pajak bersifat pasif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelemahan dalam sistem official
assessment ini adalah:
- Pelaksanaan kewajiban perpajakan sangat bergantung pada pihak fiscus sehinga menimbulkan kecenderungan masyarakat wajib pajak yang kurang bertanggung jawab dalam memikul beban negara yang ada hakikatnya adalah untuk kepentingan sendiri dalam bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan.
- Adanya kelemahan perundang – undangan yang lama, yang memuat terlalu banyak peraturan pajak yang justru membingungkan sistem pemungutannya.
- Ragam dan jenis pajak dalam sistem perpajakan yang lama terlalu banyak
- Sistem pemungutan pajak sangat berbelit – belit
2. Penerapan Semi
Self Assessment System dan Withholding System
Semi self
assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua
belah pihak yaitu wajib pajak dan fiscus. Mekanisme dari sistem ini yaitu wajib
pajak menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang pada akhir tahun pajak
lalu kemudian fiscus menetapkan besarnya pajak yang terutang pada akhir tahun
pajak.
Sistem semi
self assessment diterapkan dengan sistem withholding, yang pada
saat itu dikenal dengan sebutan tata cara MPS MPO. Withholding
adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang berada pada pihak ketiga dan bukan fiscus maupun wajib
pajak itu sendiri. Pada masa tersebut besarnya angsuran pajak ditentukan oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan,
sedangkan besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiscus
3. Penerapan Full
Self Assessment System
Sistem full
self assessment adalah suatu sistem dimana wajib pajak menghitung
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang yang harus dilaporkan. Sistem
ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang tinggi pada masyarakat
sehingga terjadi suatu peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
menyetorkan pajaknya.
Konsekuensi
diberlakukannya sistem ini adalah bahwa masyarakat harus benar – benar
mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelunasan pajaknya, seperti kapan harus membayar pajak, bagaimana
menghitung pajak, dimana tempat membayar pajak, apa yang terjadi jika terjadi
salah perhitungan, apa yang terjadi jika lupa, dan sanksi apa yang diterima
apabila melanggar ketetapan – ketetapan perpajakan.
9.
OBJEK
DAN CARA PENGENAAN PAJAK
OBJEK
PAJAK
- Objek Pajak Penghasilan (PPh)
- Objek Pajak PPN
- Objek Pajak PPnBM
- Objek Pajak Bumi dan Bangunan
- Objek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
- Objek Pajak Bea Materai
CARA PENGENAAN PAJAK
Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.
Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.
Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.
Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.
Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas
nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship
principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi
persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti
halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas
ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep
pengenaan pajak atas world wide income.
110.
Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Contoh soal : Andi seorang karyawan
tetap dari PT ABC, Andi dengan status menikah dan mempunyai 1 orang anak
mendapatkan penghasilan sebesar 3.000.000,. setiap bulan, berapakah PPh pasal
21 yang harus di potong oleh PT ABC atas gaji yang diterima andi?
Penghitungan
pasal 21
Dalam penghitungannya kita
setahunkan
Penghasilan Bruto =
3.000.000 x 12 = 36.000.000
Dikurangi Biaya Jabatan (5% atau maksimal 6.000.000) = 5% X 36.000.000 = 1.800.000
dikurangi dengan PTKP (K/1) = 28.350.000 ( 24.300.000+2.025.000+2.025.000)
Dikurangi Biaya Jabatan (5% atau maksimal 6.000.000) = 5% X 36.000.000 = 1.800.000
dikurangi dengan PTKP (K/1) = 28.350.000 ( 24.300.000+2.025.000+2.025.000)
Penghasilan Kena Pajak = 36.000.000
– 1.800.000 – 28.350.000 = 5.850.000
PPh pasal 21 setahun = 5% x
5.850.000 = 292.500
PPh pasal 21 sebulan = 292.500 / 12 = 24.375
PPh pasal 21 sebulan = 292.500 / 12 = 24.375
111.
Contoh
Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Di ketahui Pak Jaya memiliki penghasilan
Rp. 90.000.000,00 pertahunnya. Akan tetapi Pak Jaya belum menikah sehingga
belum mempunyai anak. Hitung besar pajak penghasilan yang harus dibayar
perbulannya? Jawab :
Besar penghasilan Rp. 90.000.000,00
tarif pajaknya :
5% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00
10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00
Pajak penghasilan pertahunnya yaitu Rp. 9.750.000,00
Pajak per bulannya yaitu Rp.812.500,00
Jadi, besarnya pajak yang harus dibayar oleh Pak Jaya perbulannya sebesar Rp. 812.500,00
Besar penghasilan Rp. 90.000.000,00
tarif pajaknya :
5% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00
10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00
Pajak penghasilan pertahunnya yaitu Rp. 9.750.000,00
Pajak per bulannya yaitu Rp.812.500,00
Jadi, besarnya pajak yang harus dibayar oleh Pak Jaya perbulannya sebesar Rp. 812.500,00
12.
Contoh Cara Menghitung Pajak Bumi Dan Bangunan
Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah
rumah pada tahun 2007, objek pertama terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek
kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui bahwa untuk objek pertama
NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-.
Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP
Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,-
Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !
Jawab:
PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP – NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJOP Di desa Wlingi
NJOP Bumi =
Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-
Total
Rp.
15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar
NJOP di desa Bendo
NJOP Bumi
= Rp. 9.000.000,-
NJOP Bangunan
= Rp. 6.000.000,-
Total
Rp. 15.000.000,-
Desa Wlingi :
NJOP Bumi
=
Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan
=
Rp. 7.500.000,-
NJOP sbg dasar
pengenaan
PBB Rp.
15.500.000,- (NJOP Terbesar)
NJOPTK
Rp.
12.000.000 –
NJOP utk
Perhitungan
PBB
Rp. 3.500.000,-
Desa Bendo :
NJOP Bumi
= Rp.
9.000.000,-
NJOP Bangunan
=
Rp. 6.000.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB
Rp. 15.000.000,-
NJOPTK
Rp.
0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan
PBB
Rp. 15.000.000,-
PBB Terhutang = Tarif x NJKP
= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-
= Rp. 18.500
13.
Contoh Cara Menghitung Pajak Bumi Dan Bangunan
Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2
buah rumah yang terletak di Blitar. Objek pertama terletak di jalan semeru dan
objek kedua terletak di jalan raya rinjani. Diketahui objek pertama NJOP bumi
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M)
sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1
M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB
terhutang Tuan Poneng atas kedua objek tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi = Rp. 1.
000.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 4.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB = Rp. 5.500.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 12.000.000,-
(-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 5.488.000.000,-
Jl. Semeru :
NJOP Bumi = Rp.
1.000.000.000,-
NJOP bangunan = Rp.
3.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB = Rp.
4.500.000.000,-
NJOPTKP
= Rp.
0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB =
Rp. 4.500.000.000,-
NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp.
5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =
Rp.9.988.000.000.
PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x
(NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.
= Rp. 19.970.000,-
Langganan:
Postingan (Atom)