BAB VIII
APBN, APBD DAN KEBIJAKAN FISKAL
A.
PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN APBN DAN APBD
- Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Budget)
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
suatu daftar yang memuat secara rinci tentang sumber-sumber penerimaan dan
alokasi pengeluarannya dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka mencapai
sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun. APBN ditetapkan dengan
Undang-Undang, berarti penyusunannya harus dengan persetujuan DPR. sesuai
dengan UUD 1945 pasal 23. Dari pengertian tersebut dikandung maksud bahwa
setiap tahun pemerintah bersama dengan DPR menyusun APBN, yang dimulai tanggal
1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
APBN memiliki
beberapa fungsi, diantaranya adalah :
1.
Fungsi Alokasi
artinya APBN berfungsi untuk mengalokasikan faltor-faktor produksi yang
tersedia di dalam masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat akan Public Goods atau Kebutuhan umum akan
terpenuhi.
2.
Fungsi Distribusi
artinya APBN berfungsi untuk pembagian pendapatan nasional yang adil atau
pembagian dana ke berbagai sector.
3.
Fungsi
Stabilisasi artinya APBN berfungsi untuk terpeliharanya tingkat kesempatan
kerja yang tinggi, tingkat harga yang relative stabil dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang cukup memadai.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
suatu rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup seluruh penerimaan dan
belanja (pengeluaran) pemerintah daerah, baik Propinsi ataupun Kabupaten dalam
rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang
dinyatakan dalam satuan uang dan dsetujui oleh DPRD.
Pada dasarnya Fungsi dan tujuan penyusunan APBD sama dengan fungsi dan
tujuan APBN, hanya dalam APBD ruang lingkupnya yang berbeda, untuk APBN
berskala nasional sedangkan APBD terbatas pada wilayah daerah dan
pelaksanaannya diserahkan kepada kepala daerah atau Gubernur dan Bupati /
Walikota, serta sesuai dengan kebijakan otonomi daerah.
B.
SUMBER-SUMBER
PENDAPATAN NEGARA DAN DAERAH.
Sumber-sumber
pendapatan Negara.
|
Sumber-sumber
pendapatan Daerah.
|
Penerimaan Negara dan
Hibah
1. Penerimaan Dalam
negeri
a. Penerimaan
perpajakan
1) Pajak dalam negeri (PPh, PPN, PBB, Cukai dan lainnya )
2) Pajak perdagangan internasional
(bea masuk, Pajak impor)
b. Penerimaan Bukan
pajak
1) Penerimaan sumber daya alam
2) Bagian laba BUMN
3) Penerimaan Negara bukan pajak
lainnya
2. Hibah
|
Pendapatan Asli Daerah
a. Pajak Daerah
b. Retribusi daerah
c. Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah
d. Penerimaan dari Dinas-dinas daerah
e. Penerimaan lain-lain
Dana Perimbangan
a. Bagi hasil pajak dan bukan pajak
b. Dana Alokasi Umum
(DAU) dari Pemerintah Pusat
c. Dana Alokasi Khusus
(DAK)
d. Dana Perimbangan
e. Pinjaman pemerintah
daerah
f. Pinjaman untuk Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD)
Lain-lain Pendapatan yang sah
|
C.
JENIS
PEMBELANJAAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Jenis
Pembelanjaan Pemerintah pusat
|
Jenis
Pembelanjaan Pemerintah Daerah
|
Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah Pusat
1) Belanja pegawai
2) Belanja barang
3) Belanja Modal
4) Pembayaran bunga utang (dalam negeri
dan luar negeri)
5) Subsidi (BBM dan non
BBM)
6) Belanja Hibah
7) Bantuan Sosial
8) Belanja lainnya
2. Belanja Daerah
1) Dana Perimbangan
a. Dana bagi hasil
b. Dana Alokasi Umum
(DAU)
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
2) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
|
1. Anggaran belanja
rutin
a. Belanja DPRD
b. Belanja Kepala Daerah
c. Belanja Pegawai
d. Belanja Barang
e. Belanja Pemeliharaan
f. Belanja Perjalanan Dinas
g. Belanja lain-lain
h. Angsuran pinjaman dan bunga
i. Subsidi kepada daerah bawahan
j. Pengeluara yang tidak termasuk bagian
lain
k. Pengeluaran tak terduga
2. Anggaran Belanja
Pembangunan
a. Proyek-proyek daerah
b. Biaya operasional dan pemeliharaan
sarana dan prasarana daerah
c. Proyek-proyek pembangunan
|
Berdasarkan
uraian tentang sumber penerimaan Negara dan Belanja Negara diusahakan setiap
APBN dan APBD menunjukkan adanya
tabungan pemerintah. Semakin tinggi tabungan pemerintan atau Negara maka akan
dapat meningkatkan investasi atau penanaman modal untuk usaha sehingga
pembangunan dapat berjalan dengan lancar atau dengan kata lain APBN menunjukkan
surplus. Secara matematis tabungan
pemerintah atau tabungan Negara dapat dihitung sebagai berikut :
E.KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG FISKAL
1. Pengertian
Kebijakan Fiskal atau Kebijakan Anggaran adalah kebijakan pemerintah yang
berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran Negara atau APBN, agar sesuai
dengan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dan pada gilirannya akan
meningkatkan penciptaan lapangan kerja.
Kebijakan Fiskal dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
a.
Kebijakan Fiskal
Ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk menambah pengeluaran
negara sehingga meningkatkan investasi dan menciptakan suatu kegiatan ekonomi
dengan penggunaan tenaga kerja yang tinggi/penuh tanpa inflasi dan selalu
mengalami pertumbuhan yang memuaskan.
b.
Kebijakan Fiskal
Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk menambah penerimaan
negara dengan peningkatan pajak / mengefektifkan pajak atau mengurangi
pengeluaran negara sehingga inflasi dapat teratasi.
F.
PAJAK DAN FUNGSINYA
1. Tarif Pajak
Sedangkan cara pemungutan pajak atau sistem penetapan tarif pajak terdiri
dari empat cara, yaitu
1.
Tarif Pajak
Proporsional (sebanding) adalah tarif
pajak dengan menggunakan prosentase yang tetap untuk setiap dasar pengenaan
pajak.
2.
Tarif Pajak
Degresif (menurun) adalah tarif pajak dengan
menggunakan prosentase yang menurun untuk setiap dasar pengenaan pajak.
3.
Tarif Pajak
Konstan (tetap) adalah tarif pajak yang
tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak atau besarnya pajak yang dibayarkan
jumlahnya tetap.
4.
Tarif Pajak
Progresif (menaik) adalah tarif pajak dengan
prosentase yang semakin meningkat untuk setiap dasar pengenaan pajak.
5.
Tarif Pajak
Regresif (menurun) adalah tarif pajak dengan
menggunakan prosentase yang menurun untuk setiap dasar pengenaan pajak, tetapi
penurunannya sedikit-sedikit.
2. Cara Menghitung Pajak
Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memungut
atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka membiayai pembangunan dan
pengeluaran pemerintah lainnya.
a.
Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Pengertian
Pajak
Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan.
Besarnya
Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP (Penghasilan Kena Pajak) dan Penghasilan
Kena Pajak (PKP) = Penghasilan persih pertahun – Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 36 tahun 2008, besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu:
(1)Penghasilan Tidak
Kena Pajak per
tahun diberikan paling sedikit
sebesar:
a. Rp15.840.000,00
(lima belas juta delapan ratus empat
puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00
(satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;
c. Rp15.840.000,00
(lima belas juta delapan ratus
empatpuluhriburupiah)tambahanuntukseorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilansuami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00
(satu juta tiga ratus dua puluh riburupiah)tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan
keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
(2)Penerapanketentuansebagaimanadimaksudpadaayat
(1)ditentukanoleh keadaanpadaawal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
(3)Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak sebagaimanadimaksudpadaayat(1)ditetapkandengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2009
Tarif
Pajak Penghasilan
Menurut
UU Nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan
sebagai berikut :
a. wajib pajak
orang pribadi dalam negeri adalah :
LapisanPenghasilanKenaPajak
|
TarifPajak
|
sampai denganRp50.000.000,00 (limapuluhjutarupiah)
|
5%
(limapersen)
|
di atasRp50.000.000,00(limapuluh jutarupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00(duaratuslima puluhjutarupiah)
|
15%
(limabelaspersen)
|
di atasRp250.000.000,00(duaratus limapuluhjutarupiah) sampai denganRp500.000.000,00(limaratus jutarupiah)
|
25%
(duapuluhlima persen)
|
di
atasRp500.000.000,00(limaratus jutarupiah)
|
30%
(tigapuluhpersen)
|
Contoh
penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp600.000.000,00. Maka Pajak Penghasilan yang terutang:
5%
x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp
30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp
62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
Rp125.000.000,00
b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap adalah : 28% (dua puluh delapan persen)
Contoh penghitungan pajak yang terutang
untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp1.250.000.000,00
Maka Pajak Penghasilan yang terutang: 28%
x Rp1.250.000.000,00 = Rp350.000.000,00
3.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak pusat yang hasil pemungutannya
diserahkan ke Pemerintah Daerah, untuk membiayai pembangunan di wilayahnya.
Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada obyek pajak adalah 0,5% dari nilai jual obyek
kena pajak. Dan besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan
paling rendah sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk setiap wajib pajak atau sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Dasar pengenaan PBB antara lain :
1.
Dasarnya adalah
nilai jual obyek pajak.
2.
Besarnya nilai
jual obyek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
3.
Dasar perhitungan
pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP).
4.
Besarnya Nilai
jual kena pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
4. Peraturan pemerintah RI Nomor 24 tahun
2000 Tentang Bea Meterai
Berdasarkan
peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai sebagai berikut:
a.
Surat perjanjian,
akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00
b.
Dokumen nominal
Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar
Rp 3.000,00
Lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00
c.
Cek dan bilyet
giro sebesar Rp 3.000,00
BAB IX
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. PENDAGANGAN
INTERNASIONAL.
1.
Teori Perdagangan Internasional
a.
Merkantilisme
Merkantilisme
adalah suatu sistem tentang kebijaksanaan ekonomi yang dianut dan dipraktekkan
oleh sekelompok negarawan Eropa pada abad-abad keenam beals dan tujuh belas.
Kebijaksanaan Merkantilisme berpusat pada dua ide pokok.
1.
Penumpukan logam mulia (emas)
2. Hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahabkan
kelebihan nilai ekspor atas nilai impor.
Tujuan utama Merkantilisme adalah : pembentukan negara
nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional, untuk mempertahankan dan
mengembangkan kekuatan suatu negara. Pelopornya adalah Sir Josiah child, Thomas
Mun, Jean Bodin dan Van Hornich Colbert.
b.
Teori Kaum Klasik
Asumsi
(anggapan) yang dipakai kaum klasik dalam Teori Perdagangan Internasional :
a.
Dua barang dan
dua negara
b.
Tidak ada
perubahan teknologi
c.
Teori nilai atas
dasar tenaga kerja
d.
Ongkos produksi
yang konstan
e.
Ongkos
transportasi diabaikan (= nol)
f.
Kebebasan
bergerak faktor-faktor produksi di dalam negeri, tetapi tidak dapat berpindah
melalui batas negara
g.
Persaingan
sempurna di pasar barang maupun pasar faktor produksi
h.
Distribusi
pendapatan tidak berubah
1.
Adam Smith (Teori Keuntungan Mutlak)
Untuk menunjukkan kelebihan perdagnagn bebas atas
perdagangan campur tangan pemerintah, Adam Smith mengemukakan idenya tentang :
a.
Pembagian kerja internasional
b.
Spesialisasi internasional
Keuntungan
mutlak adalah keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang
dibutuhkan untuk membuat barang-barang tersebut.Atau singkatnya Keuntungan
mutlak ditunjukkan oleh satu negara unggul satu jenis produk.
Contoh
:
Negara
|
Hari kerja per satuan output
|
Dasar tukar
dalam negeri
|
|
Rempah-rempah
|
Permadani
|
||
Indonesia
Persia
|
400 kg/hari
200 kg/hari
|
200
unit/hari
800
unit/hari
|
1 perm = 2
kg rempah-rempah
1 perm =
0,25 kg rempah-rempah
|
Persia
secara mutlak lebih efisien dalam produksi Permadani, sedangkan Indonesia
secara mutlak lebih efiesien dalam produksi Rempah-Rempah, sehingga Persia
berspesialisasi pada produksi Permadani dan Indonesia berspesialisasi pada
produksi Rempah – Rempah.
Oleh
karena itu, Indonesia akan mengekspor rempah-rempah ke Persia dan Persia akan
mengekspor permadani ke Indonesia.
2. David Ricardo (Teori Keuntungan
Komparatif)
David Ricardo membedakan dua keadaan :
a.
Perdagangan dalam negeri
b.
Perdagangan luar negeri
Untuk
perdagangan dalam negeri berlaku prinsip keuntungan/ongkos mutlak (Adam Smith).
Perdagangan luar negeri, di lain pihak, tidak mungkin dilakukan atas
dasar/ongkos mutlak. Menurut Ricardo dalam perdagangan internasional dasar
tukar ditentukan oleh ongkos komparatif (biaya yang paling murah di negara yang
bersangkutan). Atau singkatnya Keuntungan Kmparatif ditunjukkan oleh satu
negara unggul kedua jenis produk.
Contoh
:
Negara
|
Hari kerja per satuan output
|
Dasar tukar
dalam negeri
|
|
Rempah-rempah
|
Permadani
|
||
Indonesia
Persia
|
300 kg/hari
400 kg/hari
|
200
unit/hari
800
unit/hari
|
1 perm = 1,5
kg rempah-rempah
1 perm = 0,5
kg rempah-rempah
|
Dari
contoh tersebut Persia memiliki keunggulan mutlak untuk kedua jenis produk
tersebut, tetapi keuntungan tertingginya pada produksi permadani. Dan Indonesia
memiliki kelemahan mutlak untuk kedua jenis produk, tetapi kelemahan
terkecilnya pada produk rempah-rempah. Jika kedua negara mengadakan
perdagangan, maka kedua negara tetap mendapatkan keuntungan , yakni :
1.
Di Persia 1 unit permadani = 0,5 kg
rempah-rempah, dan di Indonesia 1 unit permadani = 1,5 kg rempah-rempah, jika
kedua negara berdagang, maka Persia akan mendapatkan keuntungan 1 kg
rempah-rempah.
2.
Di Indonesia 1 kg rempah-rempah = 2/3
unit permadani dan di Persia 1 kg rempah-rempah = 2 unit permadani. Jika kedua
negara berdagang, maka Indonesia akan mendapatkan keuntungan 1 1/3 permadani.
B. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
1. Politik
Proteksi.
Politik Proteksi adalah kebijakan
pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant
industry) dan persaingan-persaingan barang-barang impor. Tujuan Kebijakan
proteksi adalah :
- Memaksimalkan produksi dalam
negeri
- Memperluas lapangan kerja
- Memelihana tradisi nasional
- Menghindari resiko yang mungkin
timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi andalan
- Menjaga stabilitas nasional,
yang dikhawatirkan akan terganggu jika bergantung pada negara lain.
Kebijakan Proteksi dapat dilakukan melalui
1.
Tarif dan Bea masuk.
Tarif adalah suatu pembebanan atas barang-barang yang
melintasi daerah pabean (costum area). Dan barang-barang yang masuk ke wilayah
negara dikenakan bea masuk. Dengan pengenaan bea masuk yang besar atas
barang-barang dan luar negeri, mempunyai maksud untuk proteksi atas industri
dalam negeri dan untuk memperoleh pendapatan negara. Bentuk umum kebijakan
tarif adalah penetapan pajak impor dengan prosentase tertentu dari harga barang
yang diimpor tersebut. Akibat dan pengenaan tarif, sebagai berikut :Harga barang naik, Produksi dalam negeri meningkat, Jumlah barang di pasar
turun, dan Impor barang turun
Ada tiga
macam penentuan Tarif, atau bea masuk, yaitu :
a.
Bea ekspor (export duties) adalah
pajak / bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain
(diluar costum area)
b.
Bea transito (transit duties)
adalah pajak / bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas
wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain .
c.
Bea impor (import duties) adalah
pajak / bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara
( tom area)
2.
Pelarangan impor.
Pelarangan impor adalah kebijakan
pemerintah untuk melarang masuknya barang-barang dari luar negeri, dengan tujuan
untuk melindungi produksi dalam negeri dan meningkatkan produksi dalam
negeri.Akibat Kebijakan pelarangan impor sebagai berikut :Harga barang naik, Produksi dalam negeri meningkat, dan Jumlah barang di
pasar turun.
3.
Kuota atau pembatasan impor
Kuota adalah kebijakan pemerintah untuk membatasi
barang-barang yang masuk dari luar negeri. Akibat kuota serbagai berikut :Harga barang naik, Produksi dalam negeri meningkat, Jumlah barang di pasar
turun, dan Impor barang turun
4.
Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah
untuk membantu menutupi sebagian biaya produksi perunit barang produksi dalam
negeri. Sehingga produsen dalam negeri dapat menjual barangnya yang lebih
murah dan bisa bersaing dengan barang impor. Dampak kebijakan subsidi sebagai
berikut :Harga barang di pasar tetap, Produksi dalam negeri
meningkat, Jumlah barang di pasar tetap
dan Impor barang turun.
5.
Dumping
Dumping adalah kebijakan pemerintah
untuk mengadakan diskriminasi harga, yakni produsen menjual barang di luar negeri
lebih murah dan pada di dalam negeri.
Syarat yang harus dipenuhi dalam
kebijakan dumping yaitu :
- Kekuatan
monopoli di dalam negeri lebih besar dan pada luar negeri, sehingga kurva
permintaan di dalam negeri lebih inelastis dibanding kurva permintaan di luar
negeri.
- Terdapat
hambatan yang cukup kuat sehingga konsumen dalam negeri tidak dapat membeli
barang dan luar negeri.
2. Politik Dagang
Bebas (Free Trade)
Politik dagang bebas adalah
kebijakan pemerintah untuk mengadakan perdagangan bebas antar negara.
Pihak-pihak yang mendukung kebijakan perdagangan bebas mengajukan alasan bahwa
perdagangan bebas akan memungkinkan bila setiap negara berspesialisasi dalam
memproduksi barang dimana suatu negara memiliki keunggulan komparatif.
C. PEMBAYARAN INTERNASIONAL
1. Cara Pembayaran Internasional.
a.
Kompensasi Pribadi atau Private Compensation.
Adalah cara pembayaran dengan
mengalihkan penyelesaian utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara
dimana penduduk tersebut tinggal.
b. Pembayaran Tunai (Cash Payment)
atau Pembayaran dimuka
adalah pembayaran yang dilakukan
dengan menggunakan uang tunai atau cek, dan pembayaran tersebut dilakukan
bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang
yang telah dipesan dikapalkan oleh eksportir.
c. Pembayaran dengan Surat Wesel Dagang atau
Commercial bill of exchange atau Commercial draft atau Trade bill.
Adalah pembayaran yang dilakukan
dengan cara eksportir menarik surat wesel atas importir sejumlah harga
barang-barang beserta biaya-biaya pengirimannya. Yang dimaksud dengan wesel
adalah surat perintah pembayaran dari seseorang (penarik wesel) yang ditujukan
kepada orang lain (yang kena tarik) untuk membayar sejumlah uang tertentu
(nilai nominal wesel) kepada seseorang yang ditunjuk dalam surat wesel
(pemegang wesel) pada tanggal yang sudah ditentukan (hari jatuh tempo).
d. Pembayaran dengan Letter of
Credit (L/C)
adalah surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembelian sejumlah barang dimana bank sendiri yang mengakseptir (menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Sedangkan transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri dari :
- L/C
biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar sesuai
dengan harga barang melalui bank yang ditunjuk
- Merchant
L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan barang terlebih
dahulu dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya dibayar
kemudian
- Indutrial
L/C, artinya import banang-barang industri atau barang modal secara cepat dan
tidak dipakai untuk barang konsumsi.
- Red
Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada Advising Bank (bank
yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran sebagian dari jumlah L/C kepada
eksportin sebelum mengapalkan barang-barang ekspor.
- Usance
L/C artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan tenggang waktu
tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah
penunjukan dokumen
e. Pembayaran
kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account).
Adalah cara membiayai transaksi
perdagangan internasional dimana eksportir mengirimkan barang krpada importir
tanpa adanya dokumen-dokumen untuk meminta pembayaran, Pembayaran dilakukan
setelah barang tersebut laku dijual atau sesudah satu sampai dengan tiga bulan
setelah tanggal pengiriman, atau sesuai dengan penjanjian yang mereka sepakati
bersama.
2. Neraca
Pembayaran (Balance of Payment)
Neraca Pembayaran adalah catatan (dokumen) sistematis yang mengikhtisarkan
seluruh transaksi ekonomi antara penduduk (resident) suatu negara, dengan
penduduk negana lain selama masa tertentu (1 tahun). Dan untuk menyusun neraca
pembayaran luar negeri atau neraca pembayaran internasional, perlu dibedakan
antara transaksi debit dengan transaksi kredit.
1. Transaksi Debit adalah transaksi yang
menimbulkan bertambahnya kewajiban bagi penduduk negara yang mempunyai neraca
pembayaran tersebut untuk mengadakan pembayaran kepada penduduk negara lain.
2.
Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan bertambahnya hak bagi penduduk negara
yang mempunyai neraca pembayaran tersebut untuk menerima pembayaran dari negara
lain.
3.
Pos-pos di debit dan di kredit dalam neraca
pembayaran
Dalam transaksi internasional
terdapat suatu transaksi yang harus dicatat pada sisi debit dan dicatat pada sisi
kredit. Pos-pos yang di debit dan pos-pos yang di kredit dalam
neraca pembayaran
Transaksi Debit
|
Transaksi Kredit
|
1. Neraca barang
-
Impor barang dari Negara lain
2. Neraca jasa
-
Pembayaran jasa ke penduduk LN
-
Pembayaran biaya pariwisata ke LN
3. Neraca Hasil Modal
- Pembayaran bunga dan deviden
4. Neraca Modal
- Kredit
yang diberikan ke LN dan Pembayaran cicilan utang
5. Neraca Utang Piutang jangka panjang
- Pembelian
obligasi dari LN
|
1. Neraca barang
- Ekspor barang ke Negara lain
2. Neraca jasa
- Penerimaan jasa dari
penduduk LN
- Penerimaan pariwisata dari LN
3. Neraca Hasil Modal
- Penerimaan bunga dan deviden
4. Neraca Modal
- Kredit yang
diproleh dari LN dan Penerimaan cicilan utang
5. Neraca Utang Piutang jangka panjang
- Penjualan obligasi ke
LN
|
E. DEVISA ATAU ALAT PEMBAYARAN INTERNASIONAL.
Untuk melakukan
pembayaran ke luar negeri dari adanya transaksi internasional diperlukan suatu
alat pembayaran internasional atau alat pembayaran luar negeri, yang disebut
dengan Devisa.
Fungsi
Devisa, diantaranya :
a.
Alat Tukar Internasional
b.
Alat pembayaran utang luar negeri
c.
Alat stabilisasi mata uang suatu Negara
d.
Alat ukur kemampuan Negara dalam melakukan transaksi internasional
Devisa dapat diperoleh dengan dua sumber, yaitu :
1. Devisa umun adalah devisa yang
diperoleh dari hasil ekspor barang atau dari penjualan jasa, dan transfer. Tingkat kurs devisa umum ditentukan oleh penawaran dan
permintaan valuta asing di pasar valuta asing. Contoh : Penerimaan hasil minyak
dan gas bumi, ekspor barang hasil pertanian, ekspor barang hasil industri, jasa
pengangkutan ke luar negeri, penerimaan bunga obligasi asing, pengiriman tenaga
kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dan sebagainya,
2. Devisa
kredit adalah devisa yang berasal dari kredit atau pinjaman luar negeri. Tingkat kurs devisa kredit
ditentukan oleh Pemerintah, yang bertindak sebagai debitur, bukan oleh
permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Contoh : Bantuan atau pinjaman luar negeri, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Tujuan
penggunaan devisa adalah untuk mengukur kemampuan suatu Negara dalam transaksi
internasional melalui cadangan devisa, makin besar kemampuan suatu Negara dalam
melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional, makin kuat pula nilai
mata uang Negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar