Senin, 03 Agustus 2015

Belanja Negara Harus Digenjot



Belanja Negara Harus Digenjot

Kamis,  4 Agustus 2015  −  08:58 WIB

IST
JAKARTA - Pemerintah diminta secepatnya meningkatkan belanja negara dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, pelambatan ekonomi saat ini semakin menekan dunia usaha di dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini telah memengaruhi daya beli masyarakat, dan pada akhirnya berimbas pada sektor industri di dalam negeri.

”Pelemahan rupiah memengaruhidaya belimasyarakat. Semua kebutuhan masyarakat yang sifatnya sekunder (jadi) tidak banyak dibeli, seperti mobil, motor, dan barang-barang sekunder lainnya, (dunia usaha) sepi,” ujar Ade di Jakarta kemarin. Karena itu, Ade berharap belanja pemerintah dapat digenjot untuk mengompensasi hal tersebut.

Menurut dia, sektor industri bergantung pada serapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun, saat ini serapan anggaran bahkan belum mencapai 30%. ”Investasi juga. Iklim industri juga harus diperbaiki secara total seperti perizinan, pelabuhan, tol, dan lainnya,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah.

Pemerintah, tegas dia, bersama otoritas moneter telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk menjaga nilai tukar rupiah. ”Saat ini kita juga fokus meningkatkan kemampuan ekonomi domestik, khususnya produktivitas industri nasional dan perbaikan kinerja ekspor. Tapi yang tidak bisa kuasai adalah harga komoditas yang turun itu,” ucapnya.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlalu berdampak terhadap kondisi fiskal. Pasalnya, anggaran negara tidak lagi dibebani pos subsidi bahan bakar minyak (BBM) seperti tahun-tahun sebelumnya.

Meski anggaran pemerintah tak terdampak setelah subsidi premium ditiadakan, PT Pertamina( persero) disisi lain terpaksa harus menanggung kerugian Rp12 triliun akibat harus menjual premium di bawah harga pasar.

Post : Rio

Tidak ada komentar:

Posting Komentar